Thursday, November 23, 2006

Mal Cicadas dan Pedagang yang Tergusur

Di daerah Cicadas, Bandung, tepatnya di jalan Kiaracondong, sedang dibangun mal baru yang bernama Bandung Trade Mall (BTM). Lokasi BTM menempati bekas Pasar Cicadas. Pasar Cicadas dulunya cukup besar dan menampung ratusan pedagang tradisionil, kebanyakan berjualan kebutuhan dapur. Terus terang saja, seperti pasar tradisonil lainnya, Pasar Cicadas kumuh dan kotor. Jika hari hujan maka pasar menjadi becek dan tidak nyaman untuk berbelanja. Melihat kondisi pasar yang kumuh, reot, dan mengganggu keindahan kota, maka Pemkot Bandung menggusur pasar itu dan menawarkannya kepada pengusaha besar untuk membangun pasar modern, yaitu BTM.

Mudah ditebak, penggusuran pedagang dari pasar tersebut menimbulkan gelombang protes karena nasib mereka pasti akan terancam dan kehilangan mata pencaharian. Tetapi Pemkot tampaknya tetap bergeming pada pendiriannya. Bayangan memperoleh pajak besar dari pengusaha mal dan uang siluman lainnya menyebabkan Pemkot tidak mendengar jeritan pedagang pasar lama. Dengan iming-iming bahwa pedagang pasar lama diprioritaskan menempati mal, maka pembangunan mal tetap berjalan terus. Sebagai tempat penampungan sementara, maka para pedagang pasar lama dipindahkan ke bekas pasar Super Bazaar yang sudah bangkrut.

Di tempat penampungan sementara nasib para pedagang itu tidak lebih baik dari tempat lama. Tempat yang tidak strategis dan sepi pembeli membuat para pedagang tersebut frustasi. Akhirnya, mereka pun kembali menggelar dagangan di sepanjang jalan mulai dari Matahari Dept. Store hingga di depan BTM yang sedang dibangun. Jalan yang sudah sempit itu semakin sempit karena para pedagang memakan setengah badan jalan. Kemacetan setiap pagi pun tidak terhindarkan. Sepenggal jalan Kiaracondong itu menjadi semrawut dan kotor. Pembeli, pedagang kakilima, dan mang-mang becak bercampur baur meramaikan badan jalan di tengah hiruk pikuk klakson kendaraan yang meminta jalan. Entah sampai kapan kondisi ini berlangsung.

Sudah sering terjadi bahwa pembangunan pasar-pasar modern seperti mal dan plaza akan menyengsarakan pedagang kecil. Mereka terus dipinggirkan dan nasib mereka semakin tidak menentu. Yang diuntungkan tentu saja pengusaha besar dan Pemerintah Kota. Tidak semua warga kota membutuhkan kehadiran mal. Pasar-pasar tradisionil tetap diperlukan karena sebagian besar masyarakat kita berada pada strata ekonomi menengah ke bawah yang mempunyai daya beli rendah. Seharusnya Pemkot justru meremajakan pasar tradisionil tersebut dan membangun pasar yang lebih layak. Mal dan plaza sudah terlalu banyak di Bandung jadi tidak perlu ditambah lagi. Pasar tradisionil tetap punya kekhasan yang tidak dipunyai pasar modern. Di pasar tradisionil kita masih bisa melakukan tawar menawar dan hubungan antar orang yang lebih manusiawi.

Janji bahwa pedagang lama diprioritaskan menempati mal baru tidak seluruhnya benar. Harga kios baru yang super mahal tentu mencekik leher pedagang lama. Tidak semua mereka mampu membeli kios baru. Bahkan yang menyedihkan, para pedagang lama ini yang kebanyakan menjual barang-barang basah ditempatkan di lantai basement yang pengap, gelap, dan tidak strategis. Contoh ini sudah terjadi di Pasar Baru Bandunng, pedagang basahan ditempatkan di lantai basement yang untuk mencapainya tidak semudah lantai-lantai lainnya. Pintu masuknya pun hanya beberapa. Lokasi yang tidak strategis menyebabkan pengunjung sepi, sangat kontras dengan lantai-lantai di atasnya yang mempunyai elevator dan penyejuk udara serta ramai dengan pengunjung.Begitulah yang terus terjadi di negeri ini. Pembangunan yang tidak berpihak pada rakyat kecil menyebabkan rakyat kecil terus terpinggirkan. Hidup mereka semakin susah saja. Mereka hanya menjadi penonton di tengah pembangunan yang terus berlangung. Yang kaya semakin kaya, seangka yang miskin tetap saja miskin.

1 Comments:

Blogger Dimas said...

Salam kenal Pak saya Dimas Widyasastrena dari KKTI-STEI yang Alhamdulillah sudah jadi MT :) ingin menanggapi bahwa memang perbedaan antara mal dan pasar yang tergusur sangat menyiksa para pedagang kecil yang dulunya menempati daerah tersebut --kebetulan kalau pulang lewat Antapani saya sering lewat sana Pak, dan benar dulunya itu adalah pasar Cadas--

Walau saya bukan pemegang kebijakan saya cukup prihatin dan berdoa semoga 4JJ1 memberikan mereka rizqi yang lain, amin.

--Dimas

4:48 AM  

Post a Comment

<< Home