Tuesday, October 10, 2006

Sop Buah dan Masyarakat Latah

Selain kolak, makanan/minuman apa yang paling diburu orang di Bandung pada saat puasa Ramadhan tahun ini? Jawabnya adalah "sop buah". Bagi pendatang baru, nama "sop buah" memang terasa asing, tetapi bagi warga Bandung sop buah sudah biasa. Sop buah tidak lain adalah kombinasi buah-buahan yang dipotong kecil seperti dadu, disiram dengan air gula, es batu, lalu ditambah susu kental manis. Dihidangkan pada sebuah mangkok. Jadilah minuman segar yang menyehatkan, lebih-lebih di bulan puasa yang panas tahun ini. Buah-buahannya cukup lengkap, mulai dari yang lokal sampai impor seperti semangka, melon, apel (impor), nanas, pir (impor), anggur, strawberi, timun suri, blewah, pisang, dan sirsak. Karena penambahan es, susu kental, dan air gula, maka buah-buahan tersebut seperti mempunyai kuah seperti kuah sop, sehingga dinamakan sop buah. Nama lainnya "es shanghai", tetapi entah kenapa nama ini kurang populer.

Entah siapa yang pertama kali mencoba berjualan sop buah dan entah darimana orang punya ide membuat minuman baru, tetapi yang jelas 3 tahun belakangan ini. Dulu saya sering melihat penjual sop buah ini di depan Gasibu, hanya 1 orang pedagang, sekarang di Bandung terdapat puluhan bahkan ratusan penjual sop buah.

Bandung memang kota yang masyarakatnya terkenal kreatif. Berbagai ragam karya seni, pakaian, sovenir, dan laian-lain termasuk makanan lahir dari kota ini. Berbicara mengenai ragama makanan, saya teringat kue brownies kukus yang diproduksi oleh toko Amanda. Kue ini, yang lahir karena salah resep, menjadi terkenal dan merupakan ikon baru oleh-oleh Bandung selain peuyeum, kue sus, roti begelen, dan roti molen. Banyak orang-orang Jakarta yang berkunjung ke Bandung memburu brownies kukus. Antrian pembeli di beberapa gerainya sampai berpuluh-puluh meter. Peluang bisnis ini ditangkap oleh beberapa pedagang kaki lima yang menjual brownies kukus Amanda di pinggir-pinggir jalan, terutama jalan yang banyak toko factory outlet.

Hukum "latah" pun mulai menghinggapi banyak orang yang melihat kesuksesan brownies Amanda. Bermunculanlah berbagai kue brownies kukus dengan bermacam-macam merek, bahkan toko kue yang tidak berjualan brownies kukus pun ikut-ikutan memproduksi kue brownies kukus dengan berbagai rasa, mulai dari rasa pandan, rasa durian, bahkan ada brownies yang dilapisi keju. Nama "kukus" pun menjadi terkenal sehingga banyak orang mencoba membuat resep baru seperti tiramisu kukus, bolu kukus, tart kukus, dan entah berapa macam lagi yang kukus-kukusan.

Akibat budaya latah seperti itu, orang pun mulai bosan dengan brownies kukus. Ini dapat dilihat gerai toko Amanda yang tidak lagi ramai seperti dulu. Yang jelas, budaya latah sudah menjadi kebiasaan orang Indonesia. Melihat orang lain sukses dengan bisnisnya, maka bermunculanlah puluhan sampai ratusan usaha yang serupa.

Saya masih ingat dua tahun yang lalu betapa populernya jajanan gorengan yang bernama "cimol" (aci digemol). Bermula dari seorang pedagang, maka bermunculanlah banyak pedagang lain yang berdagang serupa. Sekarang makanan cimol sudah tidak populer lagi, sudah jarang ditemui pedagang yang berjualan jajanan yang tidak bergizi itu.

Sejak tahun lalu di Bandung bermunculan rumah makan Sunda yang berbau nama kampung dengan cara penyajian yang beda dari yang lain, seperti RM Bumbu Desa, RM Dapur Cobek, RM Sambal Cibiuk, RM Rumah Nenek, RM Bawang Merah, dan sebagainya. Awalnya bermula ari RM Bumbu Desa yang sukes, lalu pengusaha lain pun latah meniru konsep serupa.

Sekarang di Bandung populer jajanan yang bernama singkong keju. Jajanannya sederhana saja, singkong yang sudah direndam dalam larutan yang bercampur keju, ketika digoreng akan memberikan aroma dan rasa yang lain dari singkong goeng biasa. Nah, bisa ditebak, kesuksesan pedagang singkong keju yang pertama (entah dimana) mebuat pedagang lain pun latah. Bisa ditebak nasibnya nanti seperti cimol itu.

Moral dari cerita ini, kalau anda ingin sukses, buatlah sesuatu yang beda dari yang lain, jangan membuat sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Kreatif, itu kuncinya.

Monday, October 02, 2006

Memprogram itu Asik (Kalau Dinikmati)

Karena tuntutan profesi sebagai dosen, saya mengambil S3 lagi mulai tahun lalu. Tidak jauh-jauh, di ITB juga. Penelitian saya yang berhubungan dengan citra dan sekuriti (saya sungguh menyenangi kedua bidang ini) mengharuskan saya untuk coding lagi yaitu membuat program. Kali ini saya memprogram menggunakan MATLAB karena MATLAB sudah menyediakan infrastruktur yang kaya untuk pemrosesan citra dan sinyal digital (ada toolbox nya). Terus terang memprogram dengan menggunakan MATLAB adalah hal yang masih baru bagi saya. MATLAB sudah jamak digunakan mahasiswa dan dosen (serta peneliti) di bidang teknik, seperti Teknik Elektro, Teknik Mesin, Teknik Sipil, dan sebagainya. Di Informatika ITB, hampir tidak pernah mahasiswa kami menggunakan MATLAB karena mereka jarang mendapat tugas terkait komputasi teknik. Kebanyakan mahasiswa kami meggunakan kakas bertujuan umum seperti .NET, Java, Delphi, Visual C++, dan sebagainya. Lagipula, mereka dianjurkan membuat primitif fungsi sendiri ketimbang menggunakan fungsi built-in yang tersedia di dalam kakas (sembari belajar).

Saya tidak hendak menceritakan seluk beluk MATLAB, tetapi pengalaman perihal memprogram. Karena MATLAB baru bagi saya, maka saya tertantang untuk menguasainya dalam waktu cepat. Seperti jargon yang sering kita dengar bahwa keahlian tentang sesuatu hanya bisa diperoleh jika kita banyak mempunyai "jam terbang". Hal ini berlaku pula jika kita ingin mendalami sebuah kakas baru. Perlu waktu yang intensif untuk bisa menguasai pemrograman dengan kakas baru seperti MATLAB ini. Learning by doing mungkin cara yang paling efektif. Mencoba sendiri atau bereksperimen sendiri dapat meningkatkan daya serap penguasaan materi. Ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh William Glasser bahwa jika hanya membaca, maka hanya 10% saja materi yang bisa kita kuasai. Kinerja pembelajaran semakin meningkat jika kita mendengar, melihat, mendiskusikan dengan teman, dan jika melakukan eksperimen sendiri maka 80% dari materi pembelajaran dapat kita raih, dan 90% jika kita ajarkan kepada orang lain.

Jika anda berkunjung ke Informatika ITB, anda akan melihat mahasiswa kami di lab-lab yang begitu asik memprogram atau mempelajari kakas pemrograman baru (seperti C#), platform baru (seperti .NET), dan sebagainya. Mahasiswa betah berlama-lama di lab karena memang resource yang tersedia dapat diperoleh dengan mudah (buku, piranti lunak). Keseriusan bereksperimen sendiri tidak membuat mereka melupakan aktivitas internet yang menyenangkan seperti chatting dengan Yahoo Messenger. Sambil memprogram ya chatting juga.

Memprogram telah membius banyak orang, tidak hanya dari kalangan informatika saja. Mahasiswa dan dosen dari luar IF pun banyak yang melakukan kegiatan ini, bahkan sebagian mereka mungkin lebih mahir dari orang informatika sendiri. Bahkan seorang kolega di Elektro mengaku lebih menyukai memprogram ketimbang mengulik elektonika atau IC design yang merupakan bidang "lamanya". Mungkin perlu penjelasan mengapa banyak orang tertarik di bidang teknologi informasi khususnya mengembangkan program aplikasi. Teknologi informasi bagaikan gadis cantik yang dikerubuti banyak orang, tidak peduli latar belakangnya apa. Semua ini dapat dijelaskan namun penjelasan apapun akhirnya bermuara pada uang juga, istilahnya UUD (Ujung-ujungnya duit)) :-)